Mahasiswa menerima status sebagai agent of change, agen perubahan. Tindakannya mengacu pada Tri Dharma Perguruan Tinggi: penelitian, pengajaran dan pengabdian masyarakat. Citra keilmuan dan kemanusiaan seharusnya melekat dalam jiwa mahasiswa. Namun yang terjadi adalah banyak mahasiswa memilih menghabiskan waktu di mal daripada perpustakaan. Topik perbincangan berganti dari keilmuan menjadi perkembangan mode, pacar, gosip artis. Menonton film porno menjadi hal lumrah sehingga free sex bukan hal asing.
Merosotnya moral kaum muda, khususnya mahasiswa, tak lepas dari lingkungan di mana mereka berada. Lingkungan baru memberi kesempatan lebar hadirnya kesenangan fisik tanpa batas. Kebebasan yang memicu berkembangnya tingkah hedonis. Melihat kondisi demikian perlu diciptakan lingkungan kondusif untuk menjaga moralitas generasi bangsa. Salah satu lingkungan yang dapat menjadi pertimbangan untuk berada di dalamnya adalah pesantren mahasiswa. Wadah yang mampu menghadirkan lingkungan kondusif bagi mahasiswa demi terciptanya generasi bangsa yang tak hanya memiliki kecerdasan intelektual, melainkan kecerdasan emosional dan spiritual yang matang. Menghasikan kader-kader bangsa yang mampu membentengi diri dari kebobrokan dunia. Memberi ruang mengaji keilmuan dari sudut berbeda dari kehidupan kampus.
![]() |
http://nabilussalam.files.wordpress.com/2011/04/img_1522.jpg?w=614&h=461 |
Keberadaan pesantren mahasiswa diharapkan dapat menjadi jembatan untuk mengintegraskan dunia pendidikan modern yang cenderung hedonis dengan kajian keislaman yang mengarah pada tasawuf. Meminimalkan pemikiran anti-Islam yang biasa menjangkiti mahasiswa yang tak benar-benar mengenal Islam. Menjadi penyaring pemikiran Islam eksklusif yang belakangan menjadi pemicu aksi-aksi kekeras an di Indonesia.(*)
*Oleh: Asri Diana Kamilin, Mahasantri Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang
[HERVIEW] Surya, 18 September 2011
0 komentar:
Posting Komentar